Selamat Datang di 'Rumah Biru'

Tempatku Berbagi Cerita, Tempatku berbagi Ceria, Tempatku berbagi Cinta, Tempatku berbagi Cita

Kamis, 22 Desember 2011

Ibu... dalam pandangan Islam

Islam mengajarkan bahwa kaum ibu merupakan fihak yang sangat istimewa dan tinggi derajatnya. Oleh karena itu kita sangat akrab dengan hadits yang menjelaskan keharusan seorang sahabat agar memprioritaskan berbuat baik kepada ibunya. Bahkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutkan keharusan tersebut sebanyak tiga kali sebelum beliau akhirnya juga menganjurkan sahabat tadi agar berbuat baik kepada ayahnya. Jadi ibaratnya keharusan menghormati dan berbuat baik seorang anak kepada ibunya sepatutnya lebih banyak tiga kali lipat daripada penghormatan dan perilaku baiknya terhadap sang ayah.

أَخْبَرَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي قَالَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَبَرُّ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَقَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ

Bahaz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, kepada siapa aku berbuat kebaikan?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ayahmu, lalu yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kita juga sangat akrab dengan hadits yang menyebutkan beberapa dosa besar dimana salah satunya ialah durhaka kepada kedua orangtua, yaitu ayah dan ibu. Di antaranya disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَعَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِوَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ

Dari Anas ia berkata: Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ditanya mengenai dosa-dosa besar, maka beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang-tua, membunuh jiwa dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)

Bahkan di dalam hadits lainnya disebutkan bahwa kedua orang-tua merupakan faktor yang sangat besar mempengaruhi apakah seseorang bakal menuju ke surga ataukah ke neraka. Artinya, perilaku baik seseorang kepada kedua orang-tuanya bakal memperbesar kemungkinannya berakhir di dalam rahmat Allah dan surga-Nya. Sedangkan kedurhakaannya kepada kedua orang-tua bakal memperbesar kemungkinan hidupnya berakhir di dalam murka Allah dan neraka-Nya.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِمَا حَقُّ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا قَالَ هُمَا جَنَّتُكَ وَنَارُكَ

Dari Abi Umamah ia berkata: “Ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang-tua atas anak mereka?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Keduanya (merupakan) surgamu dan nerakamu.” (HR. Ibnu Majah)

Hal ini sejalan dengan hadits berikut ini: Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." (HR. Tirmidzi)

Namun yang menarik ialah ditemukannya hadits yang secara khusus mengungkapkan haramnya durhaka kepada sang ibu. Sedangkan hal ini tidak kita temukan dalam kaitan dengan larangan berlaku durhaka kepada sang ayah. Sudah barang tentu ini tidak berarti bahwa berlaku durhaka kepada fihak ayah dibenarkan. Yang jelas dengan adanya larangan khusus berlaku durhaka kepada fihak ibu cuma menunjukkan betapa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi martabat kaum ibu.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ

Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain kita juga dapati bagaimana Islam menyuruh menghormati ibu sekalipun ia bukan orang beriman seperti hadits yang diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq berikut ini:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْقَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَقُلْتُ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

Asma binti Abu Bakar berkata: “Telah datang kepadaku ibuku dan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Maka aku datang kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam meminta fatwa beliau. Aku bertanya kepada beliau: ”Telah datang kepadaku ibuku sedangkan ia punya suatu keperluan. Apakah aku penuhi permintaan ibuku itu?” Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Iya, penuhilah permintaan ibumu itu.” (HR. Bukhari)

Mengapa kaum ibu sedemikian diutamakan? Karena mereka adalah fihak yang sejak masih mengandung anak saja sudah merasakan beban memikul tanggung-jawab membesarkan anak-anaknya. Mereka adalah pendamping, penyayang, pengasuh dan pengajar pertama dan utama bagi seorang anak. Ibu adalah fihak yang paling banyak direpotkan oleh anak semenjak mereka masih kecil. Begitu lahir anak menuntut air susu ibunya. Keinginan minum ASI seringkali tidak pandang waktu. Bisa jadi seorang ibu di tengah malam ”terpaksa” bangun mengorbankan waktu istirahatnya demi menyusui buah hatinya.

Seorang ibu juga direpotkan ketika anaknya ngompol dan buang air besar. Ibulah yang biasanya harus mencebok dan membersihkan anaknya. Semakin ikhlas seorang ibu mengerjakan semua aktifitas tadi maka semakin melekatlah si anak kepada dirinya. Di balik segala kerepotan tadi sesungguhnya terjalinlah ikatan hati yang semakin kokoh antara ibu dan anak. Itulah sebabnya ketika seseorang sudah dewasa sekalipun, tatkala dalam kesepian tidak jarang rasa rindu akan belaian tangan ibunya yang penuh kasih sayang terkenang kembali.

Dalam pepatah Arab ada ungkapan berbunyi Al-Ummu madrasah (ibu adalah sekolah). Benar, saudaraku. Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi setiap anak. Ibulah yang pertama kali mengajarkan banyak pelajaran awal tentang kehidupan kepada anak. Apalagi di zaman penuh fitnah seperti sekarang dimana al-ghazwu al-fikri (perang pemikiran/ perang budaya/ perang ideologi) datang menyerbu rumah-rumah kaum muslimin. Serbuan itu datang dari berbagai penjuru. Bisa dari televisi, internet, facebook, buku bacaan, komik, majalah, nyanyian, musik, pergaulan bahkan dari sekolah formal...! Maka kehadiran seorang ibu yang memiliki wawasan pengetahuan luas menjadi laksana penjaga benteng terakhir bagi anak-anaknya. Ibulah yang bertugas membentengi, memfilter dan mengarahkan anak-anak menghadapi berbagai serbuan perang budaya tadi.

Di masa kita dewasa ini saat mana faham ateisme, materialisme, sekularisme, liberalisme dan pluralisme begitu dominan mewarnai kehidupan masyarakat dunia, maka kehadiran seorang ibu sendirian mendampingi anak-anaknya kadang dirasa kurang memadai. Sehingga kerjasama antara ayah-mukmin dan ibu-mukminah sangat diperlukan. Dalam dunia modern anak-anak kita sangat perlu pengarahan yang sangat kokoh dan kompak dari kedua orang-tuanya sekaligus untuk meng-counter serangan musuh-musuh Islam yang pengaruh buruknya semakin hari semakin hegemonik.

Betapapun, seorang ayah tidak mungkin diharapkan untuk terus-menerus berada di rumah karena tuntutan mencari ma’isyah (penghasilan) bagi anak-isterinya. Oleh karenanya kehadiran dan keaktifan peran seorang ibu di rumah mendampingi anak-anaknya menjadi sangat strategis. Oleh karenanya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyetarakan hadir dan aktifnya seorang ibu mendampingi anak-anaknya di rumah dengan aktifitas jihad fi sabilillah yang dilakukan oleh kaum pria di medan perang menghadapi musuh-musuh Allah.

عن أنس، رضي الله عنه، قال: جئن النساء إلى رسول اللهصلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول الله، ذهب الرجالبالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى، فما لنا عمل ندرك بهعمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:"من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في بيتها فإنها تدركعمل المجاهدينفي سبيل الله".

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR. Al-Bazzar)

Wahai kaum ibu, ikhlaslah dan sabarlah menjaga pos jihad kalian. Didiklah generasi masa depan calon-calon mujahidin dan mujahidat fii sabilillah harapan ummat....!

Sumber : http://www.eramuslim.com/


Dua Bocah Mungil - Kahlil Gibran


Seorang pangeran berdiri di atas balkon istananya, berpidato kepada orang banyak yang diundang untuk acara itu dan berkata, “Izinkan aku menyampaikan selamat kepadamu sekalian serta kepada Negara yang beruntung ini atas kelahiran seorang pangeran baru yang akan meneruskan nama keluargaku yang mulia dan yang akan membuat kalian pantas berbangga. Ia adalah penerus keturunan yang agung serta mulia dan kepadanyalah tergantung masa depan dunia ini. Bernyanyilah dan bergembiralah !”

Suara orang banyak penuh suka cita dan rasa syukur, membanjiri langit dengan nyanyian gembira, menyambut tirani baru yang akan memasang belenggu penindasan pada leher-leher mereka dengan memerintah kaum lemah dengan kekuasaan yang lalim, menindas tubuh mereka serta membunuh jiwa mereka.

Untuk takdir buruk seperti itu orang-orang bernyanyi serta minum-minum gembira demi kesehatan Emir yang baru.

Di saat yang sama, lahir pula seorang anak lain dalam kerajaan itu. Sementara orang banyak sedang memulakan yang kuat dan merendahkan diri sendiri dengan memenjatkan pujian bagi seorang calon penguasa yang tak terbatas kekuasaannya, para malaikat sorga tengah menangisi seoang wanita sakit yang sedang melamun. Ia tinggal di gubug kosong dan terbaring di sampingnya sesosok bayi yang baru lahir, dibungkus kain lusuh, kelaparan setengah mati. Ia seorang isteri miskin yang ditelantarkan oleh kemanusiaan; suaminya telah jatuh ke dalam perangkap kematian yang dipasang oleh penindasan sang pangeran, meninggalkan seorang wanita sendirian, kepada siapa Tuhan telah memberinya sesosok teman mungil pada malam itu, mencegahnya bekerja dan mempertahankan hidup.

Sementara orang banyak bubar dan suasana kembali hening, wanita yang nelangsa ini memangku bayinya, lalu menatap wajahnya dan meangis, seolah-plah ia ingin membaptis putranya itu dengan air matanya. Dan dengan suara lemahkarena lapar ia berkata pada putranya, “Mengapakah engkau meninggalkan dunia ruhani dan dating untuk berbagi pahit-nya kehidupan di bumi ini dengan Ibu? Mengapakah engku meninggalkan para malaikat serta langit yang luas dan dating ke negiri manusia yang penuh dengan penderitaan, penindasan dan kenelangsaan ? Ibu tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan padamu selain air mata; akankah engkau sehat minum air mata ketimbang susu? Ibu tidak mempunyai pakaian dari sutera untukmu; akankah lengan Ibu yang telanjang dan gemetar memberimu kehangatan ? Hewan-hewan kecil makan rumput di padang dan pulang dengan aman ke kandang mereka; burung-burung kecil makan benih dan tidur tenang di anatara dahan-dahan pohon. Tetapi engkau, sayangku, tidak memiliki apa-apa selain Ibu yang pengasih tetapi melarat !”

Pada saat itulah awan menyingkir dari hadapan bulan yang sinarnya menembus lewat jeruji jendela rumah miskin itu dan menerangi dua sosok mayat berpelukan…

(Kahlil Gibran dalam “Tangisan dan Tawa”)

Minggu, 18 Desember 2011

Si Bodoh - Si Otak - Si Mati

Ini kisah 3 orang bersahabat yang bernama Si Bodoh, Si Otak dan Si Mati. Mereka selalu bersama, namun suatu hari salah satu dari mereka belum kelihatan juga....

Si Bodoh: Hey, Otak… Si Mati mana yah, kok nggak dateng-dateng..?
Si Otak : Aku juga ndak tau..
Si Bodoh: Ya sudah, kalo gitu, kita cari bareng-bareng aja, yuk…!
Si Otak : Aduuh..sebentar, ya, Bodoh…aku kebelet pipis, nih.. mendingan kamu aja yang cari Si Mati..
Si Bodoh: Ya udah, deh..sana, ke toilet dulu, sebelum ngompol..!

Akhirnya Si Bodoh pun mencari Si Mati tanpa henti sampai akhirnya pada saat Si Bodoh menyeberangi jalan raya, dia hampir tertabrak oleh sebuah truk tangki yang besar.

Supir Truk: Hei, kamu ini BODOH, ya…??!
Si Bodoh : Iya, pak.. nama saya Bodoh, bapak bisa tahu dari mana?
Supir Truk: Kamu ini cari MATI ya???!!
Si Bodoh : Iya pak, bapak betul sekali, saya mau cari teman saya yang bernama Mati
Supir Truk: Woi....!!! OTAK kamu itu di mana, siihh…..??????!!!!!!
Si Bodoh : Ooo..Otak? Dia lagi di toilet, pak…ada urusan apa sama Otak, pak?
Supir Truk: .......thuing....thuing........@%$&*!$@#^^&$#*&!!!

Top of Form

Bottom of Form


Senin, 12 Desember 2011

Cintaku Jauh di Pulau - Chairil Anwar


CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946


Minggu, 11 Desember 2011

Kekasihku - Tengku Amir Hamzah


1. Kekasihku, tiada Engkau tentukan kita berjumpa. Bila masa itu mulai sampai, dapatkah aku melihat wajahMu? Bolehkan aku mengangkat mukaku akan memandang diKau? Akan tahankahh aku ditimpa cahayaMu?


2. Atau Kau nyahkanlah daku dari hadapanMu? Beriring-iringlah aku dengan mereka menuju tempat yang Kau kutuk dan sumpah, jatuh-telungkuplah aku ke atas bumi yang rekah-belah bernapas panas. Akan menyerulah aku padamu ya Kekasihku, adakah Engkau sahuti?

3. Dalam kelamMu Engkau berjanji memberi mereka makanan duri yang maha lancip, wah Kekasihku, rusaklah kerongkonganku, tembuslah dadaku, binasalah badanku, dan Engkau jualah yang menempa diriku ini, Engkau jua yang mematut dia. Aduh, Engkau rusakkan sendiri pigura-arcaMu yang maha-mulia, bisai-permai, mahkota-kerja ….

4. Engkau jauhkan piala itu daripadaku, ya Kekasihku, piala-mutiara, direnda suwarna, diampu-mutu, berisikan serbat halia diperas. Mabuk aku oleh karenaMu, ya Kekasihku, gila-benar, walaupun durjaMu belum kepandang, hanya kataMu sendu-berpadu dalam kalbuku.

5. Mengembaralah aku, Kekasihku, terus-menerus, senja-cuaca di malam-kelam, di pagi-sunyi, akan mendengar pendar suaraMu, akan mengintip kedip mataMu.

6. Dan apa yang kutatap-teliti, mana yang kutenung-tenang terlihat kulah kilat-kilatMu, tahu-terasalah hatiku bahwa seriMu ada di dalamnya, senang-sentosalah jiwa dadaku oleh karena Engkau hampir padaku, ya Kekasihku.

7. Engkau dan aku tiada bercerai, Kekasihku, seperti api cinta cahaya bagai angin menyerak gerak, tetapi Engkau yang mulia-raya kudus-keramat, seri-puji, sekar-sinar dan aku sujud pada jari kakiMu menunggu restu daripadaMu, haus dahaga akan KasihMu.

8. Dari sebab itu rapatkanlah piala itu padaku, ya Kekasihku, piala asmara, rewarna-suwarna, tempat serbat pati halia, bercampur kapur ….

*Tengku Amir Hamzah adalah salah satu penyair Pujangga Baru

Sabtu, 03 Desember 2011

Pamflet Cinta ~ W.S. Rendra


Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.

Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.

Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.

Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.

Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
… Sebenarnya apakah harapan?

Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.

Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
*Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.

Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu
.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!

Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.

Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.



W.S. Rendra
(dari Koleksi Puisi² Willibordus Surendra)