Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua dusun kecil yang terletak di perbatasan antara Kbupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kedua pedusunan ini dipisahkan oleh kali Cemoro yang mengalir dari kaki Gunung Merapi menuju ke sungai Bengawan Solo. Dusun Sangiran sisi utara terletak di Desa Krikilan Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen; dan Dusun Sangiran sisi selatan masuk wilayah Desa Krendowahono Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Situs Sangiran secara astronomis terletak antara 110º49’ hingga 110º53’ Bujur Timur, dan antara 07º24’ hingga 07º30’ Lintang Selatan. Situs Sangiran ini dianggap penting karena memiliki beberapa keutamaan antara lain, bahwa situs ini areal sebaran temuannnya sangat luas yaitu ± 56 Km², dan mengalami masa hunian oleh manusia purba yang paling lama dibandingkan situs-situs lain di dunia, yaitu dihuni oleh manusia purba selama lebih dari satu juta tahun, dengan jumlah temuan fosil manususia purba yang melimpah, yaitu mencapai lebih dari 50 % popolasi homo erectus di dunia.
Perhatian Situs Sangiran sudah diawali sejak tahun 1893 oleh Eugene Dubois yang pada saat itu sedang dalam penelusuran mencari fosil nenek moyang manusia. Namun karena Dubois kurang serius meneliti di Sangiran, maka dia tidak berhasil mendapatkan temuan yang dicarinya. Temuan yang dicarinya justru didapatkannya di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Temuan tersebut berupa sebuah fosil tengkorak (calvaria) dan tulang paha (femur) manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.
Penelitian di Sangiran yang lebih intensif dilakukan tahun 1930-an oleh J.C. van Es., dan dilanjutkan oleh GHR von Koenigswald. Tahun 1934 von Koenigswald berhasil menemukan tidak kurang dari seribu buah alat batu-batuan manusia purba yang pernah hidup di Sangiran. Alat-alat batu tersebut umumnya dibuat dari batuan lkalsedon yang dipecahkan sehingga mempunyai sisi tajaman yang dapat digunakan untuk memotong, menyerut, ataupun untuk melancipi tombak kayu. Bentuk alat batu yang sangat sederhana kadang sulit dibedakan dengan batuan alam. Alat batu jenis ini dalam ilmu arkeologi dikenal dengan nama alat serpih, dan von Koeneigswald menyebutnya dengan istilah “ Sangiran Flake Industry” (industry serpih dari situs Sangiran).
Tahun 1936 von Koeneigswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia purba yang ukurannya besar, yang disebutnya sebagai fosil Meganthropus palaojavanicus. Selanjutnya tahun 1937 von Koeneigswald berhasil menemukan fosil manusia purba yang dicari-cari oleh Dubois yaitu fosil Pithecanthropus erectus. Temuan berupa atap tengkorak yang oleh von Koeneigswald dinamakan Pithecanthropus II. Penemuan Spektakuler ini telah mengundang para ahli untuk mengadakan penelitian lanjutan di Situs Sangiran, baik ilmuawan dari dalam negeri maupun dari manca negara.
Untuk melestarikan dan melindungi Situs Sangiran, maka pada tahun 1977 Pemerintah menetapkan Kawasan Saniran dan sekitarnya seluas ± 56 Km² sebagai Daerah Cagar Budaya. Selanjunya untuk meningkatkan status Situs Sangiran di mata dunia, maka pada tanggal 5 Desember 1996, melalui persidangan yang ketat, Situs Sangiran secara resmi diterima UNESCO sebagai salah satu dari Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam “World Heritage List” nomer 593 dengan nama “Sangiran Early Man Site”
(Sumber: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran)
(Sumber: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran)
Note: mohon maaf tidak ada gambarnya..... proses unggah gambar agak trouble... Silahkan berkunjung ke Sangiran saja ya ????
2 komentar:
Lestarikan dan kembangkan situr sangiran....Go...go...go...!
>> Sekar Lawu:
makasih...udah ke sana ???
Posting Komentar